29 January 2016

MEA - Masyarakat Ekonomi Asean in My Opinion

Oke, 2015 boleh dibilang jadi tahun ter - ups and downs buat gue. Kenapa? Ya... karena banyak sekali hal yang membuat gue akhirnya menjadikan tahun ini sebagai tahun instrospeksi diri.

5 Bulan awal gue mulai dengan away dari semua rutinitas di Kota Jakarta, ninggalin keluarga, rumah dan semua kenyamanan di Bekasi untuk 'istirahat' sejenak, detox tubuh..pikiran dan recovery dari semua keputusan yang lumayan bikin shocked dengan kabur ke Makassar.

Setelah semua stabil(termasuk kejiwaan), gue balik ke Jakarta dengan kesempatan untuk join, bantu2 ngerjain event project yang luar biasa keren bareng temen2 Quran Indonesia Project.

Ramadhan dan Lebaran tahun 2015 alhamdulillah, walaupun bukan tahun terbaik gue menjalani semua dengan maksimal bareng keluarga dirumah.

Lalu di 2/3 tahun ini, gue merasa ada disaat paling enjoy jadi seorang freelancer. Yeah.. so much fun.

Dan di 1/3 sisanya, gue cuma pengen wraped up semua dengan hal-hal baik dan bermanfaat. Either buat gue ataupun orang2 disekeliling gue. Yang salah satunya adalah .......................


.......hmm It's lil bit too late but i still wanna share, my experience enjoyed Festival Indonesian Youth Conference 2015



Jujur, ikutan ini karena diajak sama salah satu teman yang kebetulan adalah committee event tsb. Dan entah kenapa, karena tema yang diangkat adalah mengenai kesiapan kita "anak2 muda Indonesia" untuk optimis menyambut MEA - Masyarakat Ekonomi Asean, gue jadi pengen dateng dan berpartisipasi.

Niat awal biar gue bisa lebih insightful lah dengan issue MEA ini, dan biar bisa lebih prepare juga sih untuk overcome semua tantangan di 2016. Selain itu, karena sejak kerja tahun 2012 gue udah cukup sering denger soal MEA ini diperbincangkan oleh bos dan client2 gue semasa itu.

Karena kerja didunia digital, gue deket dan cukup dituntut untuk tau dan kenal dengan hal2 yang berhubungan dengan digital. Perkembangan start up contohnya, back in the 2012 boleh dibilang masa rame2nya bermunculan di Indonesia. Senang? Iyalah...karena dengan begitu gue jadi tau bahwa bisnis di dunia digital growthnya menjanjikan, long tail, we've just started here and there so many things we can explore in the near future.

Kalo ada 100 orang bule yang punya pikiran kayak gue, dan dengan kesempatan yang akan dibuka saat MEA nanti berjalan, maka kelarlah nasib temen2 yang dari sekarang ga mikir kira2 nanti kalian mau ngapain? Kita bisa kalah dari bule2 yang sebenernya gak jago2 bgt daripada kita. Mentally. Dan ini baru sektor Digital aja, belum yang lainnya, di Indonesia.

Ini random sih, tapi setelah gue tau bahwa Indonesia adalah Negara dengan ekonomi paling besar dengan sekitar 40% dari Produk Domestik Bruto ASEAN, gue jadi ngerasa ini hal yang penting. Yaiyalah, semua udah pasti tau, Negara kita memegang peranan penting dalam MEA ini, kita dianggap potensial untuk dimasuki. Dengan kata lain sumber daya kita(termasuk gue, lo, lo, lo dan kalian semua generasi muda) harus siap untuk bersaing dengan semua generasi muda se-ASEAN yang mungkin akan menggali potensi Negara kita sendiri.

Serem ga sih? Menurut gue, lumayan. Setelah tau kenyataan diatas, ikut Festival IYC 2015 kemarin gue rada skeptik. But disatu sisi gue yakin, udah banyak kok yang pikirannya terbuka dan siap2 untuk hal ini. No judge

Gue berkesempatan untuk ikut di 3 sesi(ya, acaranya terbagi menjadi beberapa sesi, dengan pembahasan yang kesemuanya menarik dan related). Gue ikut sesi Ekonomi, Pendidikan dan sesi Media & Jurnalisme. 

Disesi pertama, lumayan banyak positivity, walaupun dari hasil diskusi banyak banget kata "As long as.....", "Asalkan kita........" ya kata2 motivatif. Slightly gue ngerasa kita disarankan untuk mau gak mau terima aja bahwa ini akan terjadi. Hahaha, ini sedikit yang gue catet kemarin;

"MEA positive as long as we can adapt with it, but it can be a real backfire if we don't handle it well"
Yang jelas dari sisi ekonomi, we're in the position of medling through. Are we on the right track? hopefully iya, but kita masih ada ditengah feodal colonial mindset(mental2 terjajah *emote sedih*). That's why, economic downturn happened and affected all subjects, termasuk persoalan semua orang jadinya belum bisa hidup enak(masih ada orang susah), pemimpin yang lupa dan gak mikirin rakyat, pembangunan mental generasi muda yang gak maksimal, kenyataan bahwa dunia ini terus berubah dan akan terus berubah tanpa kita sadari, dan perubahan terminologi "access over the ownerships".
Pentingnya jiwa kebangsaan juga berperan besar, karena berpengaruh ke state, market & society balancing. Istilah "kelas menengah konsumen" nantinya harus berubah menjadi "Kelas menengah produktif", produktif untuk gotong royong berkompetisi, supaya ketimpangan pendidikan juga terminimalisir, memupuk daya juang, supaya kelak mental2 penunjuk(silence or violence) bisa hilang. Memunculkan banyak keberpihakan. Pemanfaatan exponencial technology, innovation in cyber world(Seperti yang gue bahas soal digital world diatas, berpengaruh banget sama sisi ekonomi).
Jangan lupakan juga, bahwa hidup bukan cuma cari uang, bukan cuma untuk commercial value, we have to have a missions, memaksimalisasi apapun potensi yang kita punya untuk "Do something for something".
Dan kesadaran bahwa, oke kita yang muda2 sangat optimis, tapi senior citizen tidak, dan itu yang menyebabkan majority of our system had a very bad mentality, sucks, ga cukup berkreatifitas, isnpirasi dan sebagainya. Oleh karena itu, kita lah solusi. We are a part of solution and Don't be sceptical. Oh ok *senyum lebar*

Diakhir sesi ekonomi, gue pikir, iya sceptical diantaranya hadir dari bad mentality yang tadi itu. Oh, gue gak mau jadi salah satunya.


Lanjut ke sesi pendidikan. Singkatnya adalah pemerataan pendidikan dan pemanfaatan teknologi. Yaaaa..harusnya kita juga sama2 mengusahakan hal itu sekarang along with everything. Kenyataan bahwa kita punya sistem yang udah lumayan tapi pengaplikasiannya yang masih kurang itu yang perlu dipahami juga. Intinya pendidikan kita gak buruk2 banget kok. Alhamdulillah

Disesi Media & Jurnalisme, sesi yang paling gue tunggu2. Lucunya disesi ini hal yang pertama diingatkan ke kita adalah, kita harus tetap punya mental skeptik *emote ingusan sambil ketawa*, but disini maksudnya beda konten lah yang jelas. Dari sisi media&jurnalisme, kalo kita gak skeptik, kita akan jadi saluran ketidakbenaran.
Ubah kebiasaan kita dalam pemanfaatan media(kebiasaan negative), selalu inget apakah yang kita share melalui media sudah memberi manfaat bagi banyak orang(termasuk lowerclass; siapa saja mereka, mereka yang bisa beli rokok, pulsa, makanan, rumah, pendidikan dan merasa cukup)?


Bagi pemilik media, upaya agar media mereka selalu relevan untuk dibaca, ditonton dan didengar harus balance. Makin revelan, maka semakin orang akan makin loyal untuk konsumsi suatu media.

Lalu highlight pemberitaan media tentang MEA itu soal apa aja sih sekarang? Uang, Barang, Skill & Labor. Bahasan ini sangat dekat dengan generasi muda saat ini. Termasuk millennials. Dan betapa pentingnya millennials menguasai bahasa inggris.

Pengekspor tenaga kerja terbesar saat ini adalah Philippine, Pengekspor CEO saat ini adalah India, Indonesia? Saat ini kita serbu jadi TKI dan turis dulu, next kita maksimalin skill untuk ngelakuin sesuatu yang positive untuk support bangsa kita. *emote ingusan lagi* ini positive banget sih! haha

Hal utama dari segi media adalah, MEA gak disampaikan secara ramah, gak ramah disini maksudnya tidak/kurang terdefinisi dengan baik. Sehingga banyak orang yang belum sebegitu paham. Tapi apabila pemanfaatan new media bisa maksimal, hopefully netizen bisa sedikit demi sedikit menjadi tau. Media juga punya kewajiban dan tanggung jawab untuk memberi harapan pada citizen. "Kita kuat ! Kita Mampu menghadapi MEA !", "We are on the right track !", "Kita gak jelek2 banget kok, demokrasi Negeri kita OK, dibandingkan beberapa Negara lain". Lagi-lagi ini pentingnya news value, media literasi(melek media).

New media, media digital. Kekhawatiran apakah nanti media konvensional akan mati? Gak......unpredictable sebenernya. Media konvensional ga mati selama ada loyal customers/readers/watchers. Akan mati mungkin, kalo senior citizen kita wafat semua. But yang paling penting diingat adalah, digital media akan tetap ada(ini juga unpredictable sih), karena disadari atau tidak kita adalah media digital itu.

Kita harus optimis, dari segi media&jurnalisme, hopefully bule2 indochina nanti akan mau tidak mau mengkonsumsi media kita(apabila MEA berjalan), dan sudah seharusnya pemilik media mengakomodasi hal2 tsb, dan hopefully all citizen juga jadi melek media karena peng-global-an konten dsbg untuk konsumsi bersama.


Thaif yang gue ceritain diawal

Thanks for the freepass


Intinya dari ke3 sesi yang gue ikuti, kita harus optimis lah menghadapi MEA. Naturally pasti bakalan bisa lah menyesuaikan, but jangan sampai kita terjajah di Negara sendiri sih, penguasaan skill, pemanfaatan dan pemaksimalan kira2 itu poin2 penting yang harus selalu kita inget.

Semoga 2016 jadi tahun terbaik untuk kita semua. Dan semoga MEA membawa perubahan positive untuk semua aspek kehidupan Negara kita tercinta, Indonesia.

Sharing dan opini gue tentang MEA kali ini adalah pure untuk catetan gue pribadi. Kalo ada teman2 yang ngerasa ini memberikan sedikit manfaat, ya alhamdulillah.


Thanks for reading :')

No comments:

Post a Comment

reply soon :