Awalnya keputusan untuk kuliah merantau didaerah bukan hal yang bener-bener gue pengenin.
Yang terpikir dari awal selama tahun terakhir gue di SMA ya cuma gimana caranya gue bisa kuliah di Perguruan Tinggi Negeri, bukan swasta.
Kenapa kuliah di PTN? hmmmm...
Gue boleh dibilang besar diangkatan Millenium. Karena gue kelahiran 1989, masa sekolah dasar gue yang 6tahun itu dimulai tahun 95'an, jadi boleh dibilang sisa 6tahun masa sekolah menengah pertama dan atas gue habiskan diawal tahun 2000'an. YTK banget ga tuh T___T hahaha...
Seinget gue, angkatan gue adalah angkatan pertama yang lulus SD dengan melalui UN(Ujian Negara, eh apa Ujian Nasional ya??Lupa bok') bukan dengan EBTANAS(Evaluasi Belajar Tingkat Nasional).
Angkatan gue yang pertama kali ujian dengan kertas ujian dengan bulat-bulatan yang harus dihitamkan dengan pulpen boxy secara keseluruhan,
boxy pen |
Terlepas dari penjelasan ga bermutu tentang kelabilan pendidikan di Indonesia diatas, intinya gue ada diangkatan dimana orang-orang tua kita masih suka atau ngerasa prestiseeeee banget kalo ada anaknya yang bisa kuliah di PTN(sekarang istilahnya common nya UNIVERSITAS Negeri).
Gue lahir dan besar di Jakarta, tapi karena kedua orang tua gue adalah tulen orang timur(Maluku Utara, Halmahera tepatnya) jadi memang gue dibesarkan dilingkungan kedaerahan yang tinggi. Dirumah papa mama selalu menggunakan bahasa daerah, terutama kalo membicarakan hal-hal rahasia yang ga pantes didenger sama anak-anaknya(secara dulu gue masih seiprit). Jadi dirumah gue terbiasa menggunakan ngana, kita, dibanding menggunakan elo, gue dan sebagainya.
Jadi kalo ada yang bilang orang tua gue sangat berpikiran global karena tinggal di Ibukota ya memang, tapi untuk pendidikan akademis, mereka samaaaaa seperti orang-orang tua didaerah sana. Mereka mau anaknya bisa kuliah di Universitas Negeri. Supaya apa yaaa? "Supaya mama bisa banggain anak-anaknya ke ibu-ibu arisan RT kalo dia berhasil membesarkan 2 orang anak dan bisa kuliah di Universitas Negeri"...kalo kata abang gue waktu itu.
Intinya...entahlah.. menurut gue itu kayak kewajiban. Kewajiban itu terasa semakin susah, ketika abang gue lulus di Universitas Negeri ternama di Negeri Indonesia Raya ini... Apalah.
Gue ciutttttt, secara otak ini kalo urusan akademis ga ok ok banget. Apalah gue kalo harus masuk Uni yang sama dengan abang. Tapi gue teteup pede. Kepedean lebih tepatnya.
Singkat cerita, suatu pagi...gue lupa tanggalnya, tapi itu jelas pagi dibulan Juli 2007. Pagi itu pengumuman SPMB(Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru, sekarang disebut SNMPTN, Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri)..ujian seleksi yang buat angkatan gue ketika itu panas dingin, jadi rajin sholat berdoa, nurut sama orang tua dan menjauhi perilaku-perilaku aneh yang tidak dapat ditolerir supaya Tuhan Yang Maha Esa memudahkan jalan kami-kami ini bisa diterima di PTN dambaan umat manusia Indonesia.
Pagi itu papa dan abang sibuk nyari2 penjual koran. Salah satu media cetak harian di negeri ini mengeluarkan edisi khusus pengumuman hasil seleksi tsb. Bisa bayangin kalo pengumuman hasil seleksi se-tanah air, itu koran setebel apaaaaaa? seinget gue juga, koran itu dijual seharga 15-20rb lah itu hari.
Oke koran sudah ditangan, selagi papa dan abang sibuk nyari2 nama dan no.ujian gue terpampang di list lokasi/wilayah seleksi, gue yang pagi itu demam tinggi terima tlp dari seorang sahabat baik. Dia cuma bilang "Lo diterima Anj*nggggggggggg!!!!!!!" dengan nada tinggi, penuh tekanan, rasa iri, takjub dan kecewa bercampur bahagia sepertinya, hihi. Gue dengan sumringah berucap syukur, ga lupa, dengan mata berbinar-binar gue bilang ke papa dan abang. Sesaat kemudian si sahabat melanjutkan info tsb "Tapi lei...gue ga tau itu kode Uni mana ya???? sepertinya bukan kode Uni di Jakarta atau pulau jawa ya"...
Dan okeeeee... gue seneng tapi sedih juga. Gue tau kalo saat itu nama gue sudah resmi masuk dalam daftar mahasiswa baru disebuah PTN diluar pulau Jawa.
Gue selalu inget, kode PTN di Jakarta itu dimulai dengan angka 2, saat itu kalo gue ga salah.. kode angka 21 adalah UIN SyarifHidayatullah, 22 adalah UNJ dan 23 adalah UI. Cuma ada 3 PTN di Jakarta, ya...yang gue sebut kesemuanya barusan. Pasrah......
Sahabat gue berulang-ulang menyebut hal itu. Well ok, diwaktu yang sama papa dan abang juga menemukan nama dan no.seleksi ujian gue terpampang nyata di koran. Kode PTN dengan angka berawalan 8 ya "8", 80xxxx Kode Uni, Kode Fakultas dan Kode Jurusan. Oke, gue diterima di Universitas Hasanuddin, Makassar, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Komunikasi. Oh well...........
Pagi itu gue siap dan sangat pasrah, kalo2 ga lulus ya ikhlas aja harus daftar kuliah di LP3I(gue ga tau ini kepanjangannya apa, yang jelas ini lembaga pendidikan setingkat Diploma dan Strata juga kalo ga salah)..
Tahun yang sama dengan kelulusan gue di SMA adalah tahun dimana papa resmi menjalan retirement year nya. Konsekuensi dari hal itu adalah 'Masuk PTN atau ya ga usah kuliah!'. Masyaallah..
Gue mau bangettttt masuk PTN sejak papa bilang hal itu. Selain prestisius kata orang-orang tua lulusan PTN bisa bawa kita ke pekerjaan yang baik(di perusahaan-perusahaan, jadi pegawai sipil, dll) dan selain itu kuliah PTN itu sangattttt murce atau murah meriah ce'... Padahalllllllll ga gitu-gitu juga sih.
Concern nya saat itu memang soal biaya, karena abang gue juga masih kuliah saat itu(doi pinter sih dapat beasiswa juga) tapi papa harus tetep ngeluarin ongkos dll; selama dia kuliah. Intinya kalo murah dan berkualitas ya uang pensiunan papa ga berasa sia-sia gitu lah ya..karena usaha gue maksimal juga untuk bisa masuk PTN. Alhamdulillah
Kuliah itu menyenangkan........!
1 tahun gue berkuliah di Makassar, berat badan gue turun 21kg. Gila ga tuhhhh?
So much fun lah.
Sampai akhirnya 4tahun lebih berkuliah gue lulus dan di wisuda di tahun 2011.
Voilaaa, tahun 2012 adalah tahun dimana gue struggle untuk cari kerjaan yang baik. Memulai step hidup baru lagi, bukan lagi sebagai mahasiswa. Beraaaatttttttttt..
****************************************************************
Calon orang sukses itu adalah orang yang mau menunda kesenangannya. Asal yang berat-berat udah bisa kita lewati, hal-hal yang menyenangkan pasti bakal menanti.-shitlicious-
4tahun lebih di Makassar itu adalah cara gue menunda kesenangan yang sangat positif. Tapi bukan berarti gue ga bersenang-senang juga selama disana..
Apa yang gua pahami adalah, segala sesuatu yang gue jalani di makassar adalah keputusan terbaik yang pernah gue dan orang tua yakinkan untuk menjalaninya.
Berjauhan dari mereka saat menjalani masa perkuliahan adalah waktu terbaik untuk memupuk kedewasaan, rasa sabar, dan sayang kita lebih dan lebih lagi kepada orang tua.
Satu bulan lagi 2013 akan berakhir, dan hampir 2 tahun pula gue bekerja disebuah perusahaan Digital Media di Jakarta. Positifnya, gue luar biasa bersyukur akan hal ini. Bisa ada diposisi hidup saat ini, menikmati hasil kerja bersama orang tua setiap hari adalah anugrah terindah yang pernah gue rasakan. Alhamdulillah papa mama juga masih dikaruniai kesehatan. Gue masih bisa menggandeng tangan papa untuk pergi ke tukang nasi goreng dan mini market tadi sepulang kantor dan gue masih bisa bilang ke mama, untuk istirahat lebih cepet malam ini, and wish for her speedy recovery.
Malam ini betul2 membuat gue berpikir. Apa yang lebih baik dari rencana yang sudah digariskan oleh Allah SWT.
Intinya, bersyukurlah...
Apa sih yang lebih nikmat selain dikelilingi orang-orang yang sayangnya ga putus-putus ke kita??
Sayangnya keluarga :)
Ini postingan random sih.
Cheers :')
Belajar menunda Kesenangan... Kalau menurut gw : Belajarlah menyelipkan kesenangan ditiap detik kegiatan yang kita jalani ^_^
ReplyDeleteBener mbaaaaa.. lebih baik lagi, kalo kita menyenangi segala sesuatu yang kita lakukan. Jadi menghadapi segala sesuatu dengan rasa senang, walaupun itu adalah kesusahan.. hehehe *kesusahan kok seneng?*
Delete